Kamis, 18 Desember 2008

"MINYAK SEREH DAPUR / LEMONGRASS OIL"



Sereh dapur?,ingatan kita pasti akan tertuju pada bumbu dapur dirumah kita. sudah pasti benda yang satu ini akan sering kita jumpai di dapur. Tanaman yang tumbuh sacara berumpun ini sering dijadikan bumbu karena aromanya yang khas .

Disebabkan aromanya yang seperti lemon, sereh dapur sering disebut lemongrass (rumput lemon)Menurut ilmu taksonomi, bumbu dapur yang sering terdapat dalam opor ayam ini termasuk dalam famili gramineae (rumput-rumputan)dan genus Cymbopogon. Sereh dapur merupakan tanaman tahunan (perennial) dan stolonifera (berbatang semu). Berdaun memanjang seperti pita, makin ke ujung main meruncing dan berwarna hijau, sebagaimana layaknya famili rumput-rumputan yang lain seperti ilalang dan padi.

Panjang daunnya berkisar 0,6 – 1,2 m yang tersusun pada stolon. tanaman sereh ini tidak berbunga dan tidak menghasilkan biji,meskipun dibiarkan tidak dipangkas dalam kondisi dan waktu yang lama.

Jenis-Jenis Sereh Dapur
Sebelum membicarakan sereh dapur, ada baiknya jika membahas macam-macam sereh. Secara umum, sereh dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sereh dapur (lemongrass) dan sereh wangi (sitronella). Keduanya memiliki aroma yang berbeda. Minyak sereh yang selama ini dikenal di Indonesia merupakan minyak sereh wangi (citronella oil) yang biasanya terdapat dalam komposisi minyak tawon dan minyak gandapura.

Minyak sereh wangi telah dikembangkan di Indonesia dan minyak atsirinya sudah diproduksi secara komersial dan termasuk komoditas ekspor. Sedangkan minyak sereh dapur (lemongrass oil) belum pernah diusahakan secara komersial. Dari segi komposisi kimianya, keduanya memiliki komponen utama yang berbeda. Sereh wangi kandungan utamanya adalah citronella, sedangkan sereh dapur adalah sitral.

Sereh dapur terbagi menjadi 2 varitas, yaitu sereh flexuosus(Cymbopogon flexuosus) dan sereh citratus (Cymbopogon citratus). Dalam dunia perdagangan minyak atsiri, minyak sereh flexuosus disebut sebagai East Indian lemongrass oil (minyak sereh dapur India Timur). Sedangkan sereh citratus dikenal dengan West Indian lemongrass oil (minyak sereh dapur India Barat). Keduanya dapat tumbuh subur di Indonesia meskipun yang terbanyak adalah jenis West Indian. Perbedaan yang sangat jelas dari keduanya terletak pada sifat-sifat minyakatsiri yang dihasilkan. Minyak sereh India Timur lebih berharga dari pada India Barat, terutama karena kandungan sitralnya yang lebih tinggi.

Syarat Tumbuh dan Budidaya
Sereh dapur tumbuh liar di daerah-daerah tropis sepertiIndonesia, Malaysia, Vietnam, India, Amerika Tengah, sebagian Amerika Selatan dan Afrika. Meskipun dapat juga tumbuh pada iklim dingin namun produktivitasnya akan menurun. Sereh dapur lebih menyukai daerah dengan limpahan cahaya matahari yang besar, curah hujan tidak terlalu berlimpah (min 1500 mm/tahun), serta ketinggian sampai 1000 m dpl (paling baik 100-400 m). Cuaca yang panas dan sinar matahari akan merangsang pembentukan minyak dalam tanaman. Di daerah yang curah hujannya melimpah, sereh dapat dipanen lebih sering dibandingkan dengan daerah kering, namun minyak yang dihasilkan berkadar sitral lebih rendah.

Tanaman ini tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik, bertekstur ringan, lempung berpasir, sampai pasir berdebu. Namun hasilnya kurang pada tanah bertekstur berat, keras, dan dapat menahan air. Tanaman yang dibudidayakan di atas tanah yang baik dapat meningkatkan rendemen minyak serta kandungan sitralnya lebih tinggi. Sereh dapur masih belum banyak dibudidayakan di Indonesia, karena sebagian besar digunakan untuk kebutuhan sehari-hari sebagai campuran makanan/rempah-rempah. Padahal sereh dapur termasuk jenis tanaman yang mudah dalam hal budidaya dan perawatan. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman ini boleh dikatakan tidak ada. Begitu pula minyak atsirinya lebih bernilai dibandingkan minyak sereh wangi.

Perkembangbiakan dilakukan dengan sistem bonggol akar pada batang semu (stool). Batang semu yang telah dewasa (minimal terdiri 10 pelepah daun) digunakan sebagai bibit.
Satu rumpun sereh dapur yang telah dewasa yang berumur lebih dari 1 tahun dapat menghasilkan bibit di atas 50 batang. Tanaman sereh yang telah dewasa dicabut dan akarnya dipotong seperlunya. Daun dan batang semu dipangkas hingga keseluruhan bibit mencapai panjang kurang lebih 20 - 30 cm.

Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan dengan pencangkulan dan pemberian pupuk kompos agar produktivitas daun segar yang dihasilkan mencapai maksimal. Untuk penghematan, pupuk kompos ini dapat diperoleh dari ampas daun sisa penyulingan.
Lebih bagus lagi apabila dibuat bedengan- bedengan. Pada lahan yang telah diolah, bibit sereh ditanam pada jarak 75 cm x 75 cm pada lubang tanam yang dibuat menggunakan kayu pelubang dengan kedalaman 10 – 15 cm . Lubang tanam harus benar-benar tertutup rapat dengan tanah agar pertumbuhan sistem akar cukup baik. Penamanan hendaknya dilakukan pada awal musim hujan untuk merangsang pertumbuhan sehingga lebih cepat dipanen untuk pertama kali. Bagian bibit yang muncul di permukaan tanah kira-kira memiliki panjang 10 –15 cm.

Pemanenan

Jika tanaman tumbuh baik, sereh dapur dapat dipanen untuk pertamakali setelah berumur 6 bulan atau panjang daun telah mencapai sekitar 1 m. Pemanenan dilakukan dengan cara memangkas batang semu yang tersusun oleh pelepah-pelepah daun. Pemangkasan dapat dilakukandengan sabit atau ani-ani. Ketinggian tanaman dari permukaan tanah dipertahankan 15 – 20 cm . Satu rumpun tanaman dapat menghasilkan daun basah kurang lebih seberat 1 - 2 kg.

Setelah panen pertama, rumpun akan tumbuh kembali dengan cepat dan dapat dipanen kembali setelah 3 – 4 bulan, tergantung perawatan dan iklim daerah dimana tanaman itu di tanam. Masa produktif tanaman sereh dapur adalah 4 – 5tahun. Semakin lama, produktivitas daun basah yang dihasilkan semakin sedikit. Dalam 1 ha lahan dapat dihasilkan daun sereh dapur segar 60 –120 ton/tahun
(4 kali panen).

Hasil penelitian mengatakan bahwa penambahan pupuk buatan setelah masa panen dapat menambah produktivitas tanaman. Pemberian pupuk N(urea) berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan. Sedangkan pupuk K(KCl) berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Sehingga penambahan campuran urea dan KCl dapat meningkatkan hasil panenan.

Penyulingan dan Penanganan Minyak Sereh Dapur

Setelah panen, daun sereh hendaknya langsung disuling untuk menghindari kehilangan minyak karena penguapan. Daun sereh dirajang dahulu sampai panjangnya menjadi sekitar 10 – 15 cm dan secepatnya dimasukkan ke dalam ketel suling. Perajangan ini berfungsi untuk memperbesar bulk density bahan, sehingga secara kuantitas dapat dimasukkan lebih banyak bahan ke dalam ketel suling. Perajangan ini berpengaruh terhadap rendemen minyak yang dihasilkan karena pada saat proses perajangan terdapat sejumlah kecil minyak yang menguap ke udara bebas. Ketel suling bervolume 3000 liter mampu menampung bahan olah 800 – 1000 kg daun rajangan.

Penyulingan dilakukan baik dengan penyulingan uap-air (1 atm)atau penyulingan uap pada tekanan sedikit di atas 1 atm. Waktu penyulingan antara 1 – 3 jam, tergantung pada jumlah uap dan jumlah bahan yang diolah. Rendemen minyak bervariasi antara 0.2 – 0.4% basis basah. Pengalaman penulis yang melakukan percobaan analisis kadar minyak sereh dapur menggunakan metoda Claevenger diperoleh rendemen0.26 – 0.37%. Rendemen minyak pada sereh dapur terutama dipengaruhi oleh:

1. Tingkat kesegaran bahan olah. Semakin segar bahan olah, semakin tinggi rendemennya. Bahan yang kering/layu kemungkinan telah terjadi penguapan sejumlah kecil minyak ke udara bebas.
2. Kualitas bahan olah. Bahan olah yang mengandung banyak batang semu dibandingkan daunnya akan menghasilkan rendemen minyak yang kecil. Minyak atsiri banyak terdapat dalam daun, sedangkan tangkai/batangnya sedikit menghasilkan minyak padahal kehadiran batang pada bahan olah berkontribusi besar terhadap berat bahan olah.
3. Jenis sereh dapur. Sereh flexuosus (East Indian) menghasilkan rendemen minyak yang lebih baik daripada sereh citratus (West Indian)
4. Perlakuan awal bahan olah. Perajangan akan menurunkan rendemen minyak namun memperbesar kapasitas penyulingan. Disarankan agar bahan yang dirajang sesegera mungkin dimasukkan ke dalam ketel suling.

Minyak sereh dapur harus disimpan dalam wadah yang terlindung dari udara dan cahaya, dan bebas dari air sebelum dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan, Media simpan yang paling baik adalah botol-botol tertutup berwarna gelap sehingga tidak tembus cahaya. Penyimpanan minyak sereh perlu diperhatikan dengan baik karena sangat berpengaruh terhadap kualitas minyak, terutama kadar sitralnya. Apalagi untuk penyimpanan dalam jangka waktu lama yang memungkinkan terjadinya degradasi kualitas minyak, seperti terjadinya oksidasi aldehid, hidrolisa ester, polimerisasi, dan resinifikasi.

Minyak Sereh Dapur (Lemongrass Oil)

Lemongrass oil memiliki aroma khas lemon. Biang keladi aroma tersebut adalah sebuah senyawa bergugus fungsi aldehid, yakni sitral sebagai senyawa utama minyak. Minyak sereh dapur tipe East Indian memiliki kandungan sitral lebih tinggi dari pada tipe West Indian. Kandungan sitral kedua tipe minyak itu antara 75 – 88%. Sedangkan standar perdagangan minyak sereh dapur adalah kadar sitralnya minimal 75%. Hal yang paling membedakan kedua tipe itu adalah kelarutan dalam alkohol 70%. Tipe East Indian larut sempurna 1 : 2 volume dalam alkohol 70%, sedangkan tipe West Indian larut pada 1 : 4 volume. Hal ini menandakan bahwa pada minyak tipe West Indian terdapat banyak kandungan terpen-terpen tak beroksigen (terutama mirsen) yang sukar larut dalam alkohol. Terpen-terpen tak beroksigen ini kurang disukai kehadirannya dalam minyak atsiri. Secara visual, warna minyak kedua tipe ini juga berbeda. Minyak East Indian berwarna kuning tua sampai coklat merah tua. Tipe West Indian berwarna kuning muda sampai coklat muda.Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan sifat fisika-kimia kedua jenis minyak sereh dapur.

Sifat fisik-kimia Tipe East Indian - Tipe West Indian
Berat jenis, 25oC = 0.8902 - 0.8731
Indeks bias, 25oC = 1.487 - 1.4587
Putaran optic = +0.25 - +0.2
Kelarutan dalam etanol 70% = 1 : 2 - 1 : 4
Kadar sitral = 80.2% - 76.1%

Selain sitral, minyak sereh dapur juga mengandung beberapa senyawa penyusun minyak atsiri seperti sitronellal, geraniol, mirsen, nerol, farnesol, metil heptenol, dipenten, n-desialdehid, linalool, metal heptenon, dan senyawa-senyawa lain dalam jumlah yang kecil. Minyak sereh dapur merupakan salah satu jenis minyak atsiri terpenting sebagai sumber senyawa sitral. Sitral digunakan sebagai bahan baku pembuatan senyawa-senyawa ionon. Ionon adalah golongan senyawa-senyawa aromatis sintetik yang banyak digunakan sebagai pewangi dalam berbagai macam parfum dan kosmetika. Ionon memiliki bau seperti violet yang intensif dan tahan lama. Di samping itu, sitral sangat penting sebagai bahan baku pada sintesa Vitamin A.
Selain kedua penggunaan di atas, minyak sereh dapur juga digunakan secara meluas untuk pewangi sabun, detergen, pembersih lantai, aerosol, dan aneka jenis produk teknis lainnya. Dalam jumlah yang kecil digunakan pada industri makanan dan minuman seperti anggur, saus, permen, rempah, dan lainnya. Sebagai bahan yang digunakan di bagian luar, digunakan untuk keperluan obat sakit kepala, sakit gigi, ramuan air mandi.

Produksi dan Perdagangan

Telah dijelaskan di atas bahwa minyak sereh dapur belum diusahakan secara komersial di Indonesia. Berlawanan dengan minyak sereh wangi yang telah berkembang di Indonesia. Negara penghasil minyak sereh dapur tipe East Indian yang utama adalah India, RRC, Sri Lanka, dan Brasil. Sedangkan tipe West Indian adalah Guatemala dan India. Kebutuhan dunia akan minyak sereh dapur pada tahun 1990 berkisar antara 800 – 1300 ton/tahun. Tahun 2000 permintaan minyak sereh dapur dunia meningkat menjadi 2000 kg/tahun. Harga pasaran internasional minyak sereh dapur saat ini adalah 11 US$/kg. Harga minyak tipe East Indian sedikit lebih tinggi daripada tipe West Indian. Semakin tinggi kandungan sitralnya, maka harga minyak menjadi lebih tinggi.

Sebuah perkebunan sereh dapur seluas 1 ha yang dikelola dengan baik akan menghasilkan rata-rata sekitar 80-100 ton daun basah/tahun. Jika rendemen rata-rata 0.3%, maka setiap ha lahan akan menghasilkan 240 –300 kg minyak/tahun.( dari mas feery di edit oleh joko)


Rabu, 17 Desember 2008

Mawar Melati Semua Menguntungkan


Oleh trubusid Senin, Nopember 03, 2008 02:55:





Para tetangga menghirup napas dalam-dalam setiap kali melintasi rumah Susana Hartanti. Mereka menikmati betul aroma wangi yang bersumber dari rumah di atas lahan 200 m2 itu. Karena kondisi itulah mereka menyebut hunian Susana sebagai rumah wangi. Wangi itu bersumber dari minyak asiri beragam bunga yang ia suling sejak 3 tahun silam.

Rumah wangi itu terletak di Widomartani, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta. Di belakang rumah Susana Hartanti-dipanggil Raras-menyuling bunga mawar, melati, sedap malam, dan lavender. Keempat bunga itu beraroma harum. Raras tak menyuling ke-4 bunga itu sekaligus. Kadang-kadang ia menyuling bunga mawar, pada kesempatan lain hanya menyuling bunga melati. Bunga yang ia suling tergantung permintaan konsumen.

Bila konsumen meminta minyak asiri lavender, pencinta kucing itu menyuling bunga anggota famili Lamiaceae. Konsumen yang rutin membeli minyak asiri produksi Raras adalah salon dan spa di Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Setiap bulan mereka selalu memesan minyak asiri aneka bunga itu. Begitu permintaan diterima, alumnus Universitas Gadjah Mada itu menyuling bunga sesuai pesanan.

Raras memproduksi rata-rata 0,3 l minyak asiri dari satu jenis bunga setiap bulan. Kecil? Tunggu dulu, volume itu memang kecil, tetapi harga menjulang. Sebagai gambaran harga jual minyak mawar mencapai Rp140-juta per kg. Jika ia menjual 0,3 l-setara dengan 0,255 kg bila berat jenis minyak mawar 0,85-minyak mawar, berarti omzet Raras Rp35,7-juta.

Volume 0,3 l minyak mawar itu ia peroleh dari 637,5 kg bahan baku berupa bunga mawar segar. Ia mendapatkan bahan baku dari para pekebun di Ambarawa, Tawangmangu, dan Wonosobo-semua sentra tanaman hias di Jawa Tengah. Harga sekilo bunga mawar segar Rp50.000. Sebelum disuling kelopak bunga mawar segar dirontokkan terlebih dahulu dan dimasukkan ke dalam ketel besi terisi air.

Raras lantas memanaskan ketel selama 2-3 jam sehingga suhu merambat naik hingga 60oC. Minyak mawar akan larut di dalam air. Larutan itu kemudian didestilasi untuk memisahkan minyak mawar dan air. Hasilnya berupa minyak mawar ditampung di labu kaca. Menurut Raras total biaya produksi untuk menghasilkan 0,3 l minyak mawar mencapai Rp33.875.000. Biaya terbesar tentu saja untuk pengadaan bahan baku, Rp31.875.000. Harap mafhum, rendemen minyak mawar relatif rendah, 0,04%. Selebihnya Rp2.000.000 merupakan biaya tenaga kerja dan bahan bakar. Dengan harga Rp.140-juta per kg, laba bersih penjualan 0,3 l minyak mawar Rp1.825.000.

Proses penyulingan serupa ia terapkan pada jenis bunga lain. Khusus melati, menggunakan proses ekstraksi dengan pelarut. Untuk memperoleh 0,3 l minyak melati, Raras mengekstraksi 285 kg bahan baku. Menurut Raras rendemen Jasminum sambac lebih tinggi ketimbang bunga mawar, yakni 0,1%. Itu berarti 1 kg minyak melati diperoleh dari 1 ton bunga.

Harga 1 kg bunga melati Rp30।000 sehingga total biaya pengadaan bahan baku mencapai Rp8.550.000. Sedangkan biaya tenaga kerja dan bahan bakar relatif sama dengan penyulingan bunga mawar, Rp2.000.000. Dengan demikian total biaya produksi untuk menyuling 0,3 l minyak melati Rp10.550.000. Harga jual minyak melati Rp90-juta per kg. Bila Raras menjual 0,3 l-setara dengan 0,285 kg bila berat jenis 0,95-minyak melati, maka omzetnya Rp25.650.000 atau laba bersihnya Rp15.100.000.

Selain menyuling minyak asiri dari bunga mawar dan melati, Raras juga menyuling bunga sedap malam dan lavender. Harga jual minyak sedap malam Rp3.500.000 per liter. Sedangkan biaya produksi untuk menghasilkan 0,3 l minyak sedap malam Rp735.000. Sementara minyak bunga lavender seharga Rp5-juta per liter; biaya produksi untuk menghasilkan 0,3 l minyak lavender Rp1.000.000. Laba bersih Raras jika menjual 0,3 l minyak lavender Rp500.000.

Labanya bakal membumbung jika saja ia mampu memenuhi permintaan pasar. Musababnya ada yang minta pasokan rutin 1 kg minyak mawar per bulan. 'Saya belum sanggup mendatangkan bahan baku sebanyak itu (2,5 ton bunga, red),' katanya. Ketersediaan bahan baku menjadi hambatan bagi Raras untuk memasok minyak bunga mawar. Lainnya, harga bunga cenderung naik pada Juli-September. Itu musim ziarah dan perkawinan sehingga permintaan bunga untuk keperluan bunga tabur dan hiasan dekorasi cenderung meningkat. Harga bunga mawar meningkat menjadi Rp100.000 dan melati Rp60.000 per kg.

Jika beragam hambatan itu teratasi, peluang menuai laba besar bagi Raras sangat terbuka. Pengusaha spa dan salon banyak yang menjemput langsung minyak-minyak itu ke rumah wangi. Ada juga yang minta kiriman secara rutin. Mereka-para konsumen-mengenal Raras berkat iklan di dunia maya. Raras memang rutin mengiklankan produknya di berbagai situs internet. Dari iklan itu bermunculan permintaan minyak asiri.

'Cukup duduk di depan komputer, memajang gambar produk, melengkapi dengan alamat dan nomor kontak, pesanan akan datang,' katanya. Menjadi penyuling aneka bunga ditekuni Raras secara tak sengaja. Pada 2005, harga jual minyak nilam anjlok cuma Rp120.000; sebelumnya Rp700.000 per kg. Ia pun mencari komoditas lain untuk disuling. Pilihannya jatuh pada aneka bunga, seperti bunga mawar, sedap malam, dan melati. 'Awalnya hanya coba-coba karena hasil penelusuran saya di internet, minyak asiri bunga berpotensi untuk dikembangkan,' katanya.

Maka pada 2005, mulailah ia menyuling aneka bunga. Walau volume sulingan kecil, tetapi harga jual minyak sangat tinggi dan relatif stabil sehingga laba bersihnya tinggi. Bagi Raras bukan hanya mawar melati semuanya indah, tetapi juga menguntungkan dan membuat rumah wangi sepanjang hari. (Ari Chaidir)


"Samsudin: Minyak Kaffir Jadi Lumbungnya"

Oleh trubusid Senin, Nopember 03, 2008 02:56:३३

Setiap hari Samsudin merajang 1.200-1.500 Kg campuran ranting dan daun "Citrus hystrix" segar. Bahan baku dicacah supaya minyak yang tersimpan di dalam jaringan tanaman lebih mudah terangkat saat disuling. Cacahan itu lantas dikukus dalam 2 tungku berkapasitas 250 kg selama 5 jam.

Dalam sehari Samsudin 3 kali menyuling. Dari 250 kg bahan baku menghasilkan 1,5 kg minyak atau rendemen 0,6%. Artinya Samsudin mendulang 9 kg kaffir lime oil dalam sehari. Dengan harga jual Rp600.000-Rp700.000/kg, omzetnya Rp5,4-juta-Rp6,3-juta/hari alias Rp162-juta-Rp189-juta/bulan

Bahan baku diperoleh dari pekebun jeruk purut yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Tulungagung. Kabupaten berjarak 154 km dari Surabaya itu memang salah satu sentra jeruk purut. Luas penanaman mencapai 150 ha.

Samsudin hanya mengambil bahan segar. 'Idealnya 1-2 jam setelah panen,' ujarnya. Berdasarkan pengalaman, bila daun layu aroma khas minyak jeruk purut berkurang. Bahkan kalau sampai kering aroma minyak nyaris hilang.

Dari penyulingan minyak jeruk purut pria 42 tahun itu mengutip laba Rp100.000-Rp200.000 per kg atau Rp900.000-Rp1,8-juta per hari. Nilai itu memang lebih kecil dibandingkan keuntungannya waktu menyuling nilam.

Keuntungan lebih tipis karena biaya produksi minyak kaffir lebih tinggi daripada nilam। Minyak kaffir Rp500.000-Rp600.000/kg, nilam rata-rata Rp300.000/kg. Biaya menjulang karena rendemen hanya separuh dari produksi nilam yang mencapai 1,2%. Sedangkan pengeluaran lainnya seperti konsumsi bahan bakar dan biaya tenaga kerja, sama.

Dari pencarian itu ia berhasil mengumpulkan beberapa komoditas sumber minyak asiri seperti jeruk purut Citrus hystrix, lajagowah "Alpinia malaccensis", jahe "Zingiber officinale", dan adas "Foeniculum vulgare'. Harga minyak keempat komoditas itu tergolong tinggi, berkisar Rp600.000-Rp700.000/kg. Sebagai percobaan, aneka jenis bahan baku itu disuling dengan alat penyuling mini berkapasitas 50 kg.

Sayangnya dari keempat komoditas itu hanya minyak jeruk purut yang dapat diproduksi kontinu. 'Pasokan bahan baku jahe, lajagowah, dan adas sulit,' tutur Samsudin. Untuk pemasaran minyak jeruk purut ia meneken kontrak dengan eksportir asal Jakarta dan Semarang. Berapa pun jumlah pasokan mereka terima.

Meski begitu bukan berarti memproduksi minyak jeruk purut tanpa kendala. Bahan baku paling baik adalah daun tua karena kandungan minyaknya lebih tinggi. Hanya saja para pekebun enggan memenuhi permintaan Samsudin karena sulit bila harus memanen selektif. Mereka juga tak mau rugi karena bobot daun lebih ringan sehingga pendapatan sedikit.

Para pekebun biasanya memanen bersama ranting. Akibatnya daun tua bercampur dengan ranting dan daun muda. Kalau murni daun tua rendemennya lebih tinggi. Dari 250 kg bahan baku menghasilkan 1,9 kg minyak, kalau tercampur 1,5 kg.(Trubus)


Selasa, 16 Desember 2008

"Amtenar Penyuling Sirih"

Oleh trubusid Senin, Nopember 03, 2008 02:57

Amtenar Penyuling Sirih

Di mulut Sarinah, daun sirih hanya dikunyah untuk memperkuat gigi. Bertahun-tahun perempuan 65 tahun itu menyirih. Namun, di tangan Purwanto daun sirih memberikan laba bersih Rp9.9 00.000 sebulan. Itu hasil penjualan 30 kg minyak sirih yang rutin ia suling seharga Rp1,5-juta per kg. Biaya produksi sekilo minyak Rp1.170.000.

Pagi hingga siang, Purwanto memang amtenar alias pegawai negeri sipil. Ia menjadi penyuling daun sirih ketika petang sampai malam setelah pulang bekerja. Pria 43 tahun itu tak perlu pusing memasarkan minyak sirih hasil sulingannya. Setiap pekan pengepul menjemput komoditas itu ke rumahnya di Desa Jelok, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Dalam sepekan ia menjual 7,5 kg minyak sirih. Itu hasil 5 kali menyuling masing-masing 300 kg daun sirih kering yang menghasilkan 1,5 kg minyak.

Pengepul mensyaratkan minyak sirih yang jernih dan beraroma kuat. Begitu minyak diambil, pengepul membayar tunai. Daun sirih mengandung minyak terbang-betlephenol, seskuiterpen, monoterpen, monoterpenoids, dan chavicol. Khasiat senyawa aktif itu antara lain antikuman dan anticendawan.

Beragam industri produk kesehatan dan kecantikan memanfaatkan ekstrak daun sirih sebagai antibiotik. Itu sesuai dengan pemanfaatan secara taradisional. Bedanya nenek moyang kita menggunakan sediaan daun sirih segar, bukan ekstraksi.

Pria kelahiran Boyolali 7 September 1965 itu memanfaatkan sirih sebagai b ahan baku minyak asiri lantaran ketersediaannya melimpah. Ia membeli daun sirih kering siap suling dari para pemasok Rp5.250 per kg. Sedangkan untuk daun segar yang berasal dari lahan sendiri, alumnus Universitas Sulawesi Tenggara itu menjemurnya hingga 2 hari, sebelum disuling. Dari daun-daun itulah Purwanto memperoleh minyak sirih.

Lokasi penyulingan di sebuah bangunan seluas setengah lapangan basket persis di sisi kanan rumahnya. Di sana terdapat sebuah ketel besi berkapasitas 300 kg bahan baku, ampas sulingan kering, ban bekas, dan kayu bakar. Tiga yang disebut terakhir dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketika Purwanto menyuling daun anggota famili Piperaceae itu.

Biaya terbesar untuk pembelian bahan baku. Untuk menghasilkan 1 kg minyak, perlu 200 kg daun kering seharga Rp1.050.000. Ongkos tenaga kerja, dan bahan bakar Rp120.000. Artinya, dari penjualan sekilo minyak sirih ia memetik laba bersih Rp330.000.

Sukses Purwanto memproduksi minyak sirih tak diraih begitu saja. Ia memulai menekuni bisnis minyak asiri dengan belajar menyuling pada 2001. Ketika itu ia baru kembali ke kampung halaman setelah 15 tahun berdinas sebagai pegawai negeri sipil di Sulawesi Tenggara. Hanya mengandalkan gaji tak cukup. 'Saat itu hidup saya sulit. Saya sempat kerja sambilan menganyam rotan untuk menyambung hidup karena gaji tak cukup,' katanya.

Oleh karena itu, 'Saya mulai mempelajari cara menyuling minyak asiri untuk mendapatkan penghasilan lebih,' ujar Purwanto. Ia belajar teknik penyulingan ke produsen minyak asiri di kampungnya. Ketika itu di Cepogo, Kabupaten Boyolali, banyak penyuling adas Foeniculum vulgare. Usai pulang kerja, ia menghampiri beberapa penyuling. Selain itu ia juga mengikuti seminar atau pelatihan yang diselenggarakan Dinas Perindustrian Boyolali.

Untuk modal awal ia menjual sebuah sepeda motor dan meminjam di bank. Dana itu dimanfaatkan untuk membeli ketel, sebuah mobil pick up sebagai alat transportasi untuk mengangkut bahan baku dari kebun, dan biaya operasional. 'Kalau angkutannya menyewa, biaya produksi jadi tinggi. Makanya harus beli mobil,' katanya.

Jadilah Purwanto sebagai penyuling pada 2003. Komoditas yang ia olah adalah adas karena ketersediaan bahan baku melimpah. Untuk menghasilkan 1 kg minyak ia memerlukan 33 kg buah tanaman anggota famili Umbelliferae itu. Artinya rendemen adas hanya 3%.

Saat itu Purwanto memproduksi minyak adas 10 kg per bulan. Dengan harga jual Rp600.000 per kg, omzetnya Rp6.000.000. Menurut Purwanto biaya produksi untuk menghasilkan sekilo minyak ketika itu hanya Rp286.500. Maklum, harga bahan baku relatif murah, Rp3.000 per kg. Laba bersihnya mencapai Rp313.500. Namun, kini biaya produksi minyak adas makin tinggi. Biaya bahan baku saja mencapai Rp15.000 per kg atau Rp495.000 untuk menghasilkan 1 kg minyak.

Dengan memperhitungkan bahan bakar dan tenaga kerja, laba penjualan minyak adas amat tipis. Sebab, harga jual minyak adas di tingkat penyuling tak berubah, Rp600.000 per kg. Itulah sebabnya enam bulan terakhir, ayah 3 anak itu berhenti menyuling adas. Sebagai gantinya Purwanto menyuling daun sirih. Selain karena ketersediaan bahan baku, harga jual minyak sirih yang menjulang menjadi daya tarik baginya.

Agar labanya kian besar, Purwanto berencana mengganti ketel berukuran lebih besar, 1 ton. Sebab, biaya tenaga kerja untuk menyuling 300 kg dan 1.000 kg daun sirih sama saja. Dengan memperbesar ukuran ketel, ia dapat menghemat biaya produksi Rp180.000 tiap kali menyuling. Selain itu untuk menghasilkan 7,5 kg minyak sirih per pekan, ia hanya perlu sekali menyuling. Bandingkan dengan saat ini, 5 kali menyuling sepekan untuk menghasilkan volume sama. (Ari Chaidir)

Minyak Asiri 140-juta/Kg

Oleh trubusid Senin, Nopember 03, 2008 03:00

Ingin margin yang jauh lebih besar? Minyak mawar dan melati komoditas yang menjanjikan laba besar. Lihat Suryatmi yang menyuling 2-3 liter. Ia menyuling bila ada pesanan yang rata-rata 2 bulan sekali. Volume sulingan memang kecil. Namun, harga minyak melati salah satu yang termahal, di tingkat penyuling Rp20-juta-Rp30-juta per liter. Menurut Suryatmi biaya produksi per kg minyak 'hanya' Rp12-juta. Rendemen minyak melati 0,1% sehingga untuk memperoleh 1 liter perlu 1 ton bunga segar. Dengan sulingan 3 liter, penyuling di Jawa Tengah itu menangguk laba bersih Rp36-juta.

"Raifudin"-ia enggan disebut nama sebenarnya-belum lama ini mengikuti pameran di Austria. Ia membawa 40 cc minyak melati. Dari jumlah itu 20 cc di antaranya ia bawa ke Paris, Perancis. Seorang the nose-ahli minyak asiri yang mengandalkan indra penciuman untuk mengetahui mutu-hanya berkata singkat, 'Execelent,' usai membaui minyak produksi Mahendra. Konsultan minyak asiri di Paris itu bertanya kepada Mahendra, 'Berapa banyak produksimu?' Ketika Mahendra menjawab 2 liter per bulan, the nose tertawa. 'Saya perlu 500 liter per bulan,' ujar Mahendra mengulangi dialog itu.

"Raifudin", eksportir di Tangerang, Banten, mengatakan pasar minyak melati sangat bagus. Setiap bulan ia mengekspor 3 liter minyak melati ke Amerika Serikat dan Korea Selatan. Permintaan dari Italia belum ia layani lantaran sedikitnya pasokan. Ia tak menyuling sendiri, tetapi menampung hasil sulingan skala rumahan. Pemilik CV Jujur Mujur itu membeli seliter minyak Rp20,5-juta dan menjualnya US$2.900 setara Rp27,8-juta.

Spesies yang banyak disuling adalah Jasminum sambac. Namun, spesies-spesies melati lain seperti melati manis Jasminum officinale, melati spanyol J. grandiflorum, dan melati gambir J. pubescens juga sumber minyak asiri. Sentra terbesar melati di pantai utara Jawa meliputi Kabupaten Batang terdiri atas 140 ha, Pekalongan (380 ha), Pemalang (780 ha), dan Tegal (400 ha).

Harga minyak mawar lebih menggiurkan, Rp140-juta per kg di tingkat penyuling . Bila produsen menyuling mawar damaskus Rosa damascena. Bandingkan dengan harga jual minyak mawar Rosa centifolia yang 'cuma' Rp20-juta/kg. Minyak mawar damaskus lebih mahal antara lain lantaran berendemen kecil. Raffiudin, eksportir di Tangerang, menjual minyak mawar alba ke Amerika Serikat US$3.000 setara Rp28,8-juta per kg.